Keringat bermanik-manik di wajahnya. Tubuhnya menggigil. Wajahnya yang tirus dan kuyu menyemburatkan rasa sakit yang sangat. Napasnya pun tersengal-sengal. Di puncak rasa sakit yang tak terperikan, anakmuda yang sakaw (ketigahan narkoba), teringat pada Allah. ''Ya, Allah, sembuhkan aku dari rasa sakit ini, bebaskan aku dari jerat narkoba,'' hatinya mengerung, memanjatkan doa.
Sekonyong-konyong, ia merasa ada kesejukan, mengaliri jiwanya. Kesejukan itu bagaikan air yang merendam rasa sakit pada jasmaninya.
Bimbim, demikian anakmuda yang sakaw itu, tak dapat melupakan pengalaman tersebut. Pengalaman itu, tak sekadar membekas di bilik hatinya, tetapi memicunya untuk mendekatkan diri pada-Nya sekaligus lebih menghayati agama Islam. Sepotong doa, baginya di puncak kritis, menjadi obat yang mengeluarkannya dari jerat narkoba.
Bimbim, siapa tak mengenal nama itu? Nama itu terpahat di benak para slanker, penggemar grup rock Slank. Bimbim bersama personel Slank, seperti jamaknya bagi sebagaian rocker pada kala itu, memang sempat menjadi budak narkoba. Narkoba bagaikan setan. Awalnya, mengiming-iming kebebasan berekspresi dan kekayaan kreativitas, sehingga mereka menggunakan narkoba untuk eksis di blantika musik Indonesia. ''Dulu dengan menggunakan narkoba memang bisa membantu,'' kisah Bimbim.
Tak mengherankan, narkoba menjadi gaya hidup, awak Slank. Tak hanya Bimbim, Kaka dan Irfan pun mengonsumsinya.Maka dengan mata celong, kelakukan tak terkontrol, mereka lebih mirip monster di panggung. Ironisnya, penggemarnya mengelu-elukannya. ''Yang ganjil malahan orang luar yang melihat kita. Kita sih ngerasa benar juga,'' kenang Bimbim.
Namun, narkoba itu laiknya setan. Setelah terjerumus kepada narkoba, Bimbim maupun Kaka belakangan merasa daya ''sihir'' narkoba, berkurang. Sebaliknya, mereka merasa fisik dan jiwa kian layu, bahkan, mengutip istilah mereka, ''hampir mati.'' Merasakan dampak buruknya, awak Slank pun sepakat untuk keluar dari jebakan narkoba. Semula, mereka mencoba mengurangi dosis, dengan harapan kelak dapat berhenti.
Kenyataannya? Hingga lima tahun, mereka tak kunjung berhenti. ''Jadi kalau mau berhenti harus mendadak. Hari ini mau berhenti, ya hari itu juga nggak lagi mau bersentuhan dengan narkoba,'' jelas penabuh drum itu. Kaka, sang vokalis, berpendapat demikian. Ia melukiskan, obat dan dokter hanya pembantu, yang utama ialah niat untuk berhenti. Irfan, pemain bass, menambahkan dari semua itu kemauan memohon petunjuk Allah. ''Tanpa berdoa nggak mungkin kita bebas dari narkoba.'' Mereka yang tak percaya Allah mustahil keluar dari jerat narkoba.
Tanpa bantuan Allah dan dukungan keluarga, para awak Slank itu meyakini, mustahil dapat sembuh. ''Kita nggak lupa berdoa. Ya berdoa untuk karier kita dan supaya lepas dari narkoba. Alhamdulillah akhirnya dijawab oleh Allah dan kita diberi kesempatan sekali lagi,'' kisah Bimbim.
Di sisi lain, menurut Kaka, peran keluarga terutama Bunda (orangtua Bimbim) menyebabkan mereka sembuh. Bunda begitu sabar dan telaten merawat mereka. Menghadapi awak-awak Slank, Bunda memperlakukan mereka, tak ubahnya bayi. Berkat doa mereka sendiri maupun Bunda sekaligus ketawakkalan orangtua tersebut, mereka sembuh dari narkoba, pada 2000.
Kelimanya -- Bimbim, Kaka, Ridho, Abdi dan Ifan -- kini merasa lebih sehat jasmani maupun rohani dibandingkan dulu. Berhasil keluar dari kungkungan ''setan'' tersebut, merupakan pengalaman rohani yang terbesar, bagi awak Slank. ''Kalau dipikir-pikir mustahil kami dapat keluar, tanpa pertolongan Allah.''
Berkat pertolongan-Nya - yang jika Cuma menggunakan logika manusia mustahil mereka mendapatkan hidayah-Nya akibat keburukan perilaku - mereka menyadari betapa Allah maha pengasih. Mereka pun semakin berupaya mendekatkan diri kepada agama. Salah satu bentuknya berdoa sebelum konser. ''Ya bayangin aja, kita sering konser di banyak kota hanya dalam waktu tiga bulan. Kasarnya kalau bukan karena pertolongan Allah, kita pasti nggak akan kuat. Alhamdulillah konser berjalan lancar, '' ujar Bimbim.
Mengaku telah memulai ritual doa sebelum manggung sejak awal, Kaka mengisahkan, dengan semua awak Slank muslim, justru membuat kompak. ''Doanya bismillah dan baca fatihah,'' kisah Kaka. Slank pun lebih dewasa, bahkan, kini berupaya menanamkan kesadaran bagi penggemarnya di sela-sela pertunjukan.
Pengalaman berkesan lainnya bagi para rocker ini saat turut memeriahkan Konser Hijriyah yang diselenggarakan Republika pada dua tahun silam. ''Tanpa pikir panjang kami iyakan, ini berkah tersendiri,'' kenang Bimbim. Merupakan pengalaman musikal relijius pertama Slank, pada perhelatan keislaman itu, grup rock ini berkolaborasi dengan Hadad Alwi.
Apa yang dipetik dari pengalaman musikal relijius itu? mengandaikan konser itu merupakan bentuk lain ibadah Slank, Kaka mengakui ada nuansa berbeda karena sebelumnya tidak pernah menyanyikan lagu religius. Penjiwaan terhadap lagu inilah yang agak sulit dilakukan dalam tempo singkat. Bila untuk tembang pop rock biasanya hanya butuh waktu satu hari, tetapi menjiwai lagu religius baru bisa dua hari. Itupun setelah banyak bertanya kepada Hadad Alwi dan sejumlah orang yang memahami bahasa Arab.
Keseharian mereka pun kini kian islami terutama karena semua personelnya pemeluk Islam. Ini menciptakan suasana kondusif bagi Slank. Masing-masing menjadi bisa saling memberitahu dan memberi arah. Kadang salah satu dari kelimanya mengingatkan untuk shalat. Kendati kegiatan rutin keagamaan belum dilaksanakan, namun ada momen-momen tertentu yang mereka gunakan untuk berkumpul bersama. Semisal berbuka puasa, sahur dan takbiran bersama.
Bimbim pun kini lebih bening membandingkan masyarakat maju di negara sekuler. Di sana, menurutnya, sebagian penduduknya memang tak percaya Tuhan. Di Indonesia? Kendati hidup modern, masyarakatnya masih mengingat Allah. Bimbim pun berharap, mereka dapat mewujudkan impian di masa datang, yaitu menyelipnya nuansa reliji pada album-album barunya. Namun, Bimbim menegaskan, Islam tak harus identik dengan Arab, begitupun dengan musiknya. ''Bagi Slank, musik Islam dapat dibungkus dengan corak apapun, pop modern misalnya,'' ujarnya.
Oleh: Yusuf Assidiq [18 Juli 2003, : WIB]
Recent Articles
Kisah Rizal - Di Penjara, Narkoba Tuh banyak Banget
Tidak banyak orang yang berani secara terus terang mengaku dirinya mantan pecandu narkoba, mengingat status tersebut memalukan alias aib bagi keluarga serta masyarakat. Rizal, seorang pemuda usia 22 tahun yang tinggal di kawasan Bintaro adalah salah satu dari sedikit orang yang berani mengakui dirinya mantan pecandu dan ingin mengubah paradigma bahwa korban narkoba bukanlah aib melainkan korban yang butuh pertolongan. Rizal bahkan bersedia diwawancarai oleh SADAR untuk mengisi rubrik "Kisah Nyata" dengan identitas dan foto yang tidak ditutup-tutupi.
Hanya mengenakan kaus dan kain sarung, Rizal menceritakan semua pengalamannya kepada SADAR di Masjid Al-Karim, Bumi Bintaro Permai. Pemuda berperawakan kecil ini mengaku sudah mengecap semua asam garam seorang pecandu - dari tahap mencoba-coba sampai harus menginal di "hotel Prodeo" karena tertangkap polisi. Namun saat ini, ia sudah berangsur pulih dan mulai kembali menata hidupnya serta rajin beribadah, seperti sholat dan mengaji.
Mencoba sejak SMP
Sejak tahun 1998 ketika baru lulus Sekolah Menengah Pertama, Rizal mulai mengkonsumsi narkoba. Awalnya, ia mencoba jenis ganja atau dikenal dengan nama cimeng yang terus ditawarkan teman akrabnya. Waktu itu, Rizal belum tahu kalau barang itu adalah ganja. Temannya selalu mengatakan bahwa barang itu enak, sama seperti rokok. Demikianlah yang sering terjadi. Mereka yang menawarkan saat itu memasang wajah akrab, layaknya teman dekat, bukan wajah seram dan memaksa.
Akhirnya Rizal tidak kuat lagi menolak bujukan tersebut, mulailah ia mencoba ganja walaupun sebelumnya pemuda yang gemar berolah raga ini belum pernah merokok sekalipun. Setelah memakai ganja, ia merasa pusing sekali. "Rasanya pertama kali saya isap itu ya nge-fly gitu. Saya kan curiga rokok kok rasanya pusing banget gini. Lalu saya tanya apaan nih? Baru dia terus terang bahwa itu adalah ganja. Waktu make tuh barang biasanya saya main bola gak gampang capek, setelah make barang itu jadi cepet capek," kenang Rizal.
Sekali-dua kali Rizal memakai ganja, akhirnya ia ketagihan. "Seminggu-dua minggu pertama sih sama dia dikasih gratis, tapi lama kelamaan akhirnya saya harus beli sendiri. Waktu itu harga barangnya masih murah lima ribu, kita bisa dapet satu paket isi tiga," tutur Rizal yang mengaku mendapatkan uang jajan dari ibunya sebesar 10 ribu per hari. Walau begitu Rizal masih bisa mengontrol keinginannya membeli ganja. "Belinya ya kalau ada duit jajan lebih aja, kalau pas-pasan enggak beli," ujarnya.
Alih-alih menjadi kawan yang melindungi dan menyadarkan, sohib karib yang tinggal tidak jauh dari rumahnya inilah yang menjadi aktor terjerumusnya Rizal ke dalam jurang narkoba. Ia kemudian kerap memakai ganja bersama - kadang di kamar Rizal, kadang di kamar sang teman atau di mobil ketika sedang jalan bersama karibnya yang lain.
Pergaulannya pun semakin parah ketika Rizal menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Ilmu Pariwisata (SMIP), juga bersama sohib ganjanya tersebut. Di situ Rizal bersama siswa yang lain pernah mencoba semua jenis narkoba, seperti obat jenis rohipnol dan nipam, ekstasi, shabu dan lain-lain. Pada masa itu pula Rizal mulai mencoba jenis putaw yang kian mengukuhkannya menjadi pecandu narkoba.
Awal mencoba putaw pun tidak jauh beda ketika ia mencoba ganja. Lagi-lagi sang teman yang memperkenalkan putaw tersebut. Karena mereka selalu bersama-sama saat berangkat dan pulang sekolah serta aktifitas ''main" lainnya - maka ketika sang sohib memakai putaw, rasa kebersamaan itu pun muncul. Rizal menanyakan terlebih dahulu apa barang yang dipakai oleh karibnya tersebut. Kemudian dengan sedikit bujukan, akhirnya Rizal mencoba putaw tersebut. "Alhamdulillah saya gak pernah make putaw dengan cara suntik, karena kan bahaya. Saya makenya dengan cara dihisap atau di-drugs," ujar anak pertama dari dua bersaudara ini.
Ikut Ujian dalam Kondisi Mabok
Masa-masa paling suram ketika dirinya menjadi seorang pecandu, diakui Rizal ketika ia menempuh pendidikan di SMIP. Hampir setiap hari ia memakai barang haram tersebut. Padahal minimal ia harus mengeluarkan uang sebesar ratusan rupiah per harinya untuk membeli barang haram tersebit. "Harga putaw dulu emang masih murah, 20 ribu masih bisa make kita. Satu hari saya make tiga kali. Pagi, siang dan malam. Semuanya sudah halal kalau jadi pecandu putaw. Jual ini dan itu, barang di kamar sampai habis. komputer, televisi, tape, 2 unit HP, dan lain-lain," ujar Rizal. Bahkan Rizal mengaku pernah make putaw satu g (satu baris, Red) dalam sehari, saat ia dan teman-temannya merayakan tahun baru. Ketika itu ia sampai muntah-muntah dan mengeluarkan darah di hidungnya atau mimisan.
Ada satu pengalaman yang tidak bisa dilupakan Rizal, yakni ketika ia memakai putaw di saat sedang menjalani ujian di sekolah. "Suatu waktu saya inget banget sebelum berangkat sekolah pas lagi ujian kita make putaw dulu di rumah teman saya itu. Pas lagi ujian, kita ngerjain soal tuh pas lagi pedaw abis (mabuk karena putaw, Red). Tapi akhirnya kita lulus juga," ucap Rizal sambil tersenyum.
Diculik ke Padang
Tidak bisa dipungkiri karakter seseorang dipengaruhi oleh masa kecilnya, termasuk didikan yang diberikan orang tua sedari kanak-kanak. Ketika kecil, Rizal mengaku bahwa ia sudah harus menghadapi kenyataan pahit perpisahan kedua orang tuanya. Bahkan ia harus rela diasuh secara paksa atau diculik oleh ayahnya ketika ia berumur lima tahun. Waktu ia, kenang Rizal, ia disuruh ibunya membeli sesuatu di warung namun tiba-tiba ayahnya turun dari bajaj dan mengajaknya pergi. Rizal tidak menyangka akan diajak pergi jauh oleh ayahnya yaitu ke Padang dan tidak pulang lagi ke pelukan sang ibu.
Di Padang, Rizal disekolahkan oleh sang ayah di sekolah dasar dekat tempat tinggalnya. Karena kesibukan ayahnya, Rizal mengaku tidak diperhatikan oleh beliau. "Saya tidak keurus abis di situ. Memang dikasih uang, tapi yang namanya perhatian kan perlu juga. Dia pagi keluar, malem baru bail. Jadi saya gak keurus. Rapor saya merah semua, karena gak pernah belajar, orang maen terus. Sekolah pagi, pulangnya langsung maen, balik-balik malem. Terus ngaji, balik ke rumah, dan tidur. Gitu terus setiap hari," ucap anak lelaku satu-satunya dalam keluarga ini.
Ancaman sang ibu yang akan melaporkan suaminya bila tidak mengembalikan Rizal memaksa si ayah membawa kembali Rizal ke Jakarta. "Waktu itu saya kurus banget, karena gak keurus. Ibu saya aja sampai heran, anak saya diapain nih, katanya ke bapak. Gua juga sampe lupa punya adik perempuan di Jakarta. Gua pikir ini siapa kok cakep banget, ternyata adik gue sendiri. Di Jakarta disekolahin lagi, lanjutin SD kelas enam. Disini diurusin sama ibu, jauh banget kasih sayang Bapak sama Ibu. Bapak tahunya ngasih duit, tapi perhatiannya kurang," ujar Rizal panjang lebar.
Titik Balik Kehidupan
Satu siang, tidak biasanya sang kawan datang ke rumah. Sebenarnya ibunda Rizal sudah melarang anaknya keluar rumah, tapi dengan alasan sebentar saja keluar rumahnya, sang ibu pun memberi izin. Tidak disangka itulah awal mula petaka yang paling berat yang harus dialami Rizal.
"Saya dijebak oleh teman saya. Jadi oleh teman saya itu, saya dipaksa beli barang," tutur Rizal. Meski saat itu Rizal menolak, sang teman tetap memaksa ia datang mengambil barang tersebut. Karena duit yang dibawa pas-pasan, Rizal pun naik sepeda bergegas menuju ke rumah sang bandar. "Tempatnya di pom bensin deket perumahan ini. Sepeda saya taruh, terus saya jalan ke atas. Balik bawa barang. Terus tiba-tiba di belakang, ada orang naik motor King ke arah saya. Padahal waktu itu di deket saya ada tukang koran bekas. Insting menjual saya keluar. Karena ada koran bekas di rumah, saya sempet nanya ke tukan koran itu, bang sekilonya berapa? Tapi tiba-tiba orang yang naik motor itu berhenti di deket saya. Saya naluriah merespon, langsung menjatuhkan sepeda lalu saya lari. untung dia gak nembak. Saya beli BB dua, yang satu udah saya buang, yang satu gak sempet karena susah banget dibuang dari kantong. Setelah kejar-kejaran ama polisi akhirnya gua ketangkep, kepala gua diinjek dan ditodong pistol ama polisi," cerita Rizal panjang lebar.
Pengalaman menginap di balik jeruji besi memang menjadi pengalaman paling pahit yang harus dialami Rizal. Pengalaman pahit ini menjadi kunci mengapa Rizal ingin sembuh dari kecanduannya. Saat itu ia merasa sangat sedih sekali kenapa sampai harus menringkuk di balik penjara dan membuat malu keluarganya. Semenjak itu Rizal mengaku kembali menjalankan sholat dan rajin mengaji.
Saat itu ibu dan ayah tirinya bekerja keras mengurusi Rizal di penjara dan di pengadilan. Kerja keras mereka membuahkan hasil. Rizal mendapat keringanan hukuman yang tadinya 12 bulan subsider 2 bulan menjadi 10 bulan subsider 2 bulan penjara. Walaupun untuk itu sudah banyak uang yang dikeluarkan keluarganya.
Pengalaman di penjara membuat Rizal jadi tahu sifat macam-macam penjahat. "Mereka pada cerita, ada yang ngerampok, ngebunuh. Dalam hati gua berpikir, mereka sebenarnya yang penjahat, gua sih bukan, gua cuma korban," ungkap pria yang pernah diberi uang oleh Roy Marten ketika berada di penjara tersebut.
Rizal memang bertekad ingin sembuh waktu itu, tetapi lingkungan penjara sangat tidak mendukung. "Di penjara narkoba tuh banyak banget. Makanya saya masih bisa make di penjara. Apa aja di situ ada. Ganja, putaw, anggur. Akhirnya saya beberapa kali memakai narkoba di sama," Rizal menambahkan.
Makhluk Bernama Amir
Kamis, 30 Juni 2006 Rizal akhirnya bebas. Namun ia masih khawatir, niatnya untuk sembuh dari narkoba bisa berantakan apabila terus dipengaruhi teman-temannya lagi. Diakui Rizal, ia sempat make beberapa kali ketika baru pertama kali bebas. Namun beruntung ada sekelompok teman-temannya yang baik di komplek mengajaknya untuk bergabung di kegiatan masjid.
"Mereka bilang lu mau sembuh gak. Gabung aja sama kita di masjid. Kemudian teman-teman saya melobi Om bagus, salah satu pengajar di Masjid Al Karim yang katanya bisa membantu saya sembuh. Om Bagus kemudian memberikan syarat harus ikut kuliah dan sholat lima waktu. Bahkan selama seminggu saya harus tirakat setiap hari pada waktu Maghrib dab Isya. Semenjak itu saya drug free, sampai sekarang sudah sekitar empat bulan. Om Bagus juga kalau sempat selalu menerapi saya. Bentuk terapinya ketika saya ingin mencoba narkoba ada penampakan makhluk yang besar sekali yang ngingetin saya untuk tidak menggunakan narkoba. Kalau saya maksa untuk nyoba, dia marah dan kalau dia udah marah saya bisa merasa sakit dan ketakutan. Jadinya ya, saya gak berani nyoba lagi. Namanya makhluk itu Amir kalau gak salah. Pokoknya dia serem banget, tinggi gede. Baunya seperti kemenyan, gak enak pokoknya!" tegas Rizal.
Keinginannya untuk membangun keluarga, membahagiakan orang tua dan membuktukan bahwa anak yang dibangga-banggakan ini tidak seburuk yang mereka kira, merupakan modal kuat Rizal untuk pulih dari kecanduan narkoba. Tidak lupa Rizal berpesan kepada pembaca SADAR agar menghindari narkoba "Hindari aja barang-barang kayak gitu. Gak ada manfaatnya juga, itu hanya kesenangan sementara aja. Karena lu bisa ngabisin duit. Lingkungan sekitar rumah kita jadi gak tenang, gak damai, jiwa dan hati kita juga gak tenang, selalu dicari-cari. mending kita apa adanya aja nikmatin hidup ini. Untuk yang belum makai, hindari aja. Jangan sampai menyentuh apalagi mencoba. mending cari kegiatan lain yang positif," ujarnya mantap menutup obrolan malam itu. (SADAR BNN November 2006 / Adi KSG IV)
Oleh: SADAR BNN November 2006 / Adi KSG IV [20 Desember 2006, : WIB]
Capt. H. Kaharudin - "Pemakai Shabu lebih Bodoh dari Binatang"
KALAU dilihat dari fisiknya mungkin banyak yang menyangka bahwa dia sudah berusia di atas 60 tahun. Gigi depannya sudah tanggal alias ompong. Rambutnya sudah menipis dan sebagian besar berwarna putih. Hanya kulitnya saja yang belum keriput layaknya kakek-kakek. Namun setelah ngobrol lebih jauh, gayanya santai, bicaranya ceplas-ceplos, sesekali humor-humor segar pun meluncur dari bibirnya.
Haji Kaharudin, ternyata umurnya baru menginjak kepala lima. "Kenapa banyak yang nyangka saya udah kakekkakek? Padahal saya baru berumur 5,1 tahun," gumam Kaharudin. la pun lantas bercerita keadaan fisik tubuhnya yang seperti itu adalah akibat menggunakan berbagai macam narkoba. Dalam kurun waktu 7 tahun (1995-2002) kelahiran Pontianak ini kecanduan narkoba, terutama jenis shabu. Menurutnya efek shabu terhadap tubuh sangat merugikan, mulai dari rambut rontok, gigi ompong, fisik jadi cepat lemah, otak jadi lemot (lambat berpikir, Red.), dan yang paling fatal adalah menurunnya gairah seks.
Di daerah kediamannya, Ternate, tidak ada yang tidak mengenal Kahar - dari tukang ojek sampai pemilik perusahaan, dari staf pegawai pemerintahan sampai gubernur. Masyarakat Ternate akrab memanggil beliau dengan nama Haji Ompong sesuai dengan ciri-ciri fisiknya. Walau begitu, ketenarannya itu tidak menghalangi pria yang mahir berbagai jenis bahasa daerah ini untuk berbagi kisah tentang masa kelamnya dulu. "Saya terbuka untuk menyampaikan apa yang saya alami untuk generasi muda, supaya mereka tuh tahu bahwa memakai narkoba itu salah. Memang ada gunanya tapi sangat sedikit," tandas Kahar. Sore itu dengan mengenakan kemeja dan celana jins santai, Kahar menuturkan kisah hidupnya yang sangat panjang dan menarik di hotel di kawasan pusat Jakarta, saat ia berkunjung ke ibukota.
Menggelontorkan Granat
Untuk urusan nakal, kata Kahar, telah dimilikinya sejak kecil saat duduk di Sekolah Rakyat (SR).Waktu itu ia sering berkelahi Bakseorang pahlawan, dirinya sering membela teman temannya. "Teman saya yang berkelahi, saya yang maju. Main golok dan segala macam juga saya layani," ucap Kahar bersemangat.
Ketika masuk SMA, kenakalannya pun makin menjadi, dari iseng-isengan, ' berkelahi, mencuri, dan mabuk-mabukan. Pernah suatu waktu Kahar memiliki sebuah granat. Karena sifat isengnya yang kelewat besar, ketika teman-temannya sedang main basket dengan sengaja ia mengelontarkan granat ke lapangan tersebut. Sontak teman-temannya langsung berhamburan.
Ketika SMA, jarak antara sekolah dan rumahnya sangat jauh. Karma itu, Kahar sering menginap di rumah teman-temannya. "Rumah di Cimahi, sekolah di Bandung, kira-kira dua belas kilometer jaraknya. Dulu belum ada mobilmobil. Jadi saya harus jalan dan naik truk pasir yang lewat. Kalau kemalaman, yah mending nginep di rumah teman. Saya juga sering nginep di rumah teman saya yang wanita, dulu saya sering tidur di rumah mamahnya Rina Gunawan," kenang Kahar.
Pada masa SMA ini pula ia mulai mengenal jenis-jenis narkoba. Namun, ganja yang diakui paling dikenalnya. Di tempat bergaulnya, yakni tempat berkumpul banyak remaja nekat dan nakal, ia jadi sering ngeganja. "Mengganja dulu bukan untuk nyandu, tapi untuk senang-senang saja. Kalau saya bawa ganja bukan selinting dua linting tapi satu tas tentara. Saya tanam di Batujajar dan Cimahi dulu. Cuman saya sendiri jarang ngerokok karma saya dulu pelari," tuturnya sambil menghisap rokoknya dalam-dalam.
Ranking Se-Asia
"Saya inikan gila di sini (Jakarta, Red.). Siapa yang gak tau saya,penyanyi seperti Dedi Dores aja anak buah saya kok. Saya memang pemakai berat, mungkin di Jakarta ini gak ada yang nandingin, bahkan kalau ada ranking mungkin saya termasuk ranking untuk pemakai narkoba se-Asia," ujar anak kedua dari empat bersaudara ini menggebu. Kenangan Kahar kembali ke tahun 1995, saat usai menunaikan ibadah haji sekaligus harus berpisah dengan istrinya. Kehidupan bebas ala pelaut rupanya tidak bisa diterima oleh sang istri sehingga ketika Kahar sedang berpesta di sebuah diskotik dengan ditemani seorang wanita, istrinya datang mendamprat Kahar dan perempuan tersebut dengan kata-kata kasar dan sumpah serapah. Merasa sakit hati, Kahar mendatangi sang istri dan berkata, "Mulai hari ini kamu bukan istri saya lagi!" la juga mengatakan akan mengawini perempuan diskotik yang didamprat tersebut hanya untuk membuat sang istri sakit hati.
Setelah bercerai, Kahar keluar dari tempat tinggalnya di kawasan Kemang Pratama dan menyewa sebuah kamar berukuran kecil di daerah Kemayoran. "Banyak teman-teman saya yang nanya kok mau nyiksa diri dari istana pindah ke gubuk. Saya keluar rumah memang hanya membawa badan. Rumah saya di kawasan Kemang Pratama yang saya beli seharga 1M, saya tinggalin!" tegas pria yang memiliki hobi masih terletak di kawasan Kemayoran.
Di dalam rumah tersebut Kahar membeli alat-alat band dan membuat studio rekaman. "Dedy Dores saya rekrut. Saya bikin band namanya Baruna Grup. Bikin sinetron juga. Punya rekaman juga," tutur Kahar.
16 Juta Seminggu
Menurut Kahar, kecanduannya akan shabu bukan atas bujukan orang lain tapi karma kemauannya sendiri. Namun tidak ia pungkiri memang pergaulan mempengaruhi mengapa ia memakai shabu. Setelah mencoba shabu Kahar merasakan sensasi senang, takut, gembira yang luar biasa - tergantung dari perasaan kita sebelum memakai barang haram tersebut. "Kalau kita lagi senang trus make shabu, fly-nya lebih senang. Kalau takut jadinya malah parno dan sangat ketakutan. Kalau sudah begitu bisa nekat loncat dari ketinggian, lari sekencang mungkin. Binatang harimau yang larinya kencang, orang yang nyabu masih lebih kencang larinya dari harimau. Jadi shabu waktu itu cocok dengan kondisi saya. Hanya shabu yang bisa dipakai untuk ketenangan dan bisa dipake sendiri,gak usah barang-barang. Karena saya kalau nyabu tidak pernah ngajak atau ngebujuk teman untuk ikut make," ujar ayah dari satu putra ini .
Pada kurun waktu 1995 sampai 1999, rezeki yang diterima Kahar sangat berlimpah. Semua yang ia lakukan bisa menghasilkan duit, bahkan sampai mengekspor barang ke luar negeri. Mobil limosin dan mobil build up lainnya memenuhi garasi rumah. Cincin dan batu-batu seharga ratusan juta terpasang di jarinya. Disokong dengan dana yang tak terbatas, membuat kecanduannya semakin menggila. Narkoba seperti inex, ekstasi ia beli dalam jumlah besar dan selalu tersedia seperti kacang goreng di rumahnya. Shabu yang sudah ia makan.Sudah seperti makanan pokok untuk Kahar, tentu tidak ketinggalan. Dalam seminggu ia bisa menghabiskan Rp 16 juta untuk membeli shabu"Dulu satu ons itu 16-an juta. Paling itu bisa bertahan sampai seminggu, malah gak sampe mungkin," kata Kahar.
Dalam kurun waktu tersebut Kahar tetap ingin menghadiri pemakaman ibunya. melaksanakan tugasnya di kantor yakni di Barito sebagai kepala perkapalan. Lama-kelamaan produktifitasnya menurun, Kahar bahkan hanya mampu mengandalkan anak buahnya untuk bekerja. Pernah pada saat ia sedang rapat dengan bos-bos perusahaannya dari Korea ia tertidur sampai rapat berakhir. "Bangun-bangun badan saya sudah diselimuti dan ruangan sudah sepi," kenang Kahar.
Tidak Makan Berhari-hari
Efek jahat shabu pada tubuhnya sudah mulai parah. Badannya seakan tidak punya tenaga untuk beraktifitas, ia bisa menghabiskan sehari penuh untuk tidur sehingga kerjaannya pun terbengkalai. Badannya kurus karena tidak ingat makan, otaknya lemah. Bahkan karena saking seringnya tertidur ia sudah lupa akan waktu dan hari. Akibatnya, Kahar jadi bulan-bulanan penipuan oleh teman dan anak buahnya. Barang-barang di rumahnya ia jual dengan harga murah tanpa sadar. Mobil limosinnya hanya dijual dengan harga 100 juta, itupun barn diketahui ketika satu hari ia ingin keluar rumah. Seperti biasa supirnya pasti bertanya ingin menggunakan menggunakan mobil yang mana, spontan ia jawab mobil limosin. Namun supirnya berkata bahwa mobil itu sudah dijualnya tadi malam dengan harga 100 juta. Ketika bertaruh dalam pertandingan sepak bola pun Kahar selalu mengalami penipuan ia selalu bertaruh untuk pertandingan yang sebenarnya sudah selesai dan hasilnya sudah ada. Sekali bertaruh ia bisa kalah sampai 50 juta.
Saking seringnya mengalami penipuan, lama¬kelamaan akhirnya Kahar bangkrut juga. Untuk memenuhi kebutuhannya akan shabu ia terpaksa menjual barang-barang berharga yang tersisa. Cincin dan barn seharga ratusan juta ia jual dengan harga jutaan saja. Mobil-mobil koleksinya sate persatu hijrah (lari garasi. Namun sampai semua barangnya sudah habispun kecanduan Kahar akan shabu belum berhenti juga. Kahar bahkan sampai tidak makan berhari-hari karena tidak punya uang. Teman-temannya yang dulu baik, kabur dan menjauh. Hanya segelintir orang saja yang kadang masih ingat kepadanya dan mau memberi ia makan.
Puncaknya ketika bulan Mei 1999, Kahar keluar dari tempatnya bekerja. Lebih tragis lagi ia harus menerima kenyataan ditinggal pergi ibunda tercinta untuk selamanya. Harta terakhir yang ia miliki yaitu sejumlah uang dalam rupiah dan dolar raib diambil di bandara ketika Kahar ingin menghadiri pemakaman ibunya.
Bertemu Dewi Penolong
Hidup saya sudah pasrah, mau makan atau mampu tidak kek terserah," kenang Kahar pada saat kecanduannya akan narkoba masih merongrong walaupun harta lades tak tersisa. Teman dan keluarga menjauh. Tak disangka ternyata salah satu keponakannya yang menjadi dokter man berkunjung. Saat itu sang ponakan membawa serta temannya yang juga &orang dokter bernarna dr. Rosidah HS. Kesan pertama bertemu dengan Rosidah sudah membuatnya ingin memukul wajah gadis yang sebenarnya berparas cantik tersebut, sebab shabu miliknya dirampas dan dibuang oleh Rosidah.
"Waktu saya lagi ngobrol sama keponakan saya, dia buang semua shabu saya. Saya marah sekali, rasanya saya man tempeleng dia. Tapi dia dengan entengnya malah berkata saya yakin kok kamu bisa jadi suami saya. Asal kamu berhenti memakai shabu saya bersedia dikawini sama kamu. Saya ; bilang, kamu gila? Karena dengan kondisi saya yang sudah parah, badan kurus, mata keluar, rambut rontok. Siapa yang man sama saya?" ucap ; Kahar akan kesannya ketika bertemu pertama kali dengan Rosidah.
Namun ternyata omongan itu tidak main¬-main. dr. Rosidah membuktikan bahwa ia memang menyayangi Kahar dan benar-benar ingin melihatnya sembuh dari kecanduan shabu. , Akhirnya bulan Juli tahun 2000, Kahar menikah dengan dr. Rosidah. Perbedaan umur 15 tahun tidak menjadi penghalang. Meski saat melamar, orang tua gadis bertanya padanya "Om, mana calon mempelai prianya? Saya jawab, saya sendiri. Kaget bukan kepalang mertua saya," cerita Kahar. Banyak teman-teman Kahar yang tidak percaya kalau ia bisa menikah dengan gadis cantik, kaya, dan berprofesi dokter. "Ternan saya pada bingung girnana bisa? Kamu aja bingung apalagi saya." ucap Kahar sambil tertawa lepas.
Dikurung 3 Bulan
Kahar mengakui kalau istrinya memang sosok yang paling berperan dalam proses pemulihannya. Tapi dengan sedikit berkelakar, ia menyatakan alasan utama adalah karena sebetulnya uangnya sudah habis. "Kalau uang saya masih ada mungkin saya masih make walaupun saya ketemu dia," ucapnya. Kahar sempat dikurung oleh sang istri selama tiga bulan dalam kamar yang terisolasi. Selama dalam masa kurungan itu yang ia kerjakan hanya tidur menunggu istrinya pulang. Efek shabu menjadikan emosi Kahar sangat labil, persoalan kecil saja bisa membuat ia dan istri bertengkar. Namun dengan sabar dr. Rosidah terns berusaha merawat Kahar.
Setelah sekian lama dijaga oleh sang istri, berangsur-angsur kondisi kesehatan Kahar mulai pulih. Tekadnya untuk sembuh sudah bulat. Ia , tahu betapa sulitnya untuk berhenti dari kecanduan shabu dan la tidak ingin mengulangi kebodohannya untuk kedua kali. "Saya sadar bahwa untuk sembuh itu susahnya bukan main. Yang saya rasakan ketika penyembuhan itu '. udaranya panas sekali. Sampai-sampai kalau i malam, saya tidurnya di bak kamar mandi berendam dengan air," ucap Kahar sambil menerawang.
Karena itu la berpikir untuk pindah dari Jakarta ke Ternate dengan pemikiran di daerah pasti shabu susah didapat. Sang istri pun mendukung keinginan suaminya untuk pindah walau harus pindah dari rumah sakit tempat kerjanya di Jakarta. Di Ternate, kebaikan dan kedermawanannya sangat terkenaL Di tempat itu pula perlahan-lahan Kahar mulai membangun lagi kehidupannya bersama istri dan anaknya Sy. Ade Baruna Alqadrie yang masih kecil. Kehidupan ekonominya berangsur pulih walaupun ticlak sejaya dahulu. Teman-temannya sudah mulai percaya kepada Kahar ketika mengetahui dirinya sudah pulih dari kecanduan shabu. Proyek-proyekpun mulai diberikan kepada Kahar. Menurut Kahar saat ini ia masih bekerja di bidang yang berhubungan dengan perkapalan, dan mulai merambah ke bidang pertambangan.
Saat ini ia sudah banyak menyadarkan orang cli Ternate, terutama kaum muda. "Dengan cerita saya ini, saya ingin pembaca SADAR jangan pernah coba-coba pakai narkoba. Untuk yang masih make, sebenarnya harga diri mereka akan hilang karena jadi bodoh, lebih bodoh dari binatang. Sebodoh-bodohnya binatang lebih bodoh lagi orang yang make shabu. Kedua, mereka ' tidak menyadari akibatnya nanti. Syukur kalau dia mati, tapi kalau tidak? Bisa gila. Seperti saya , ini sudah mengalami akibatnya. Saya juga berharap mudah-mudahan dengan membaca kisah saya ini ada lima bandar saja yang sadar, sehingga beribu-ribu manusia bisa selamat dari narkoba," tandasnya mantap sebelum menutup pembicaraan. (SADAR BNN Desember 2006 / Adi KSG IV)
Oleh: SADAR BNN Desember 2006 / Adi KSG IV [09 Januari 2007, : WIB]
Kisah Seorang Pengabdi di Rehabilitasi Narkoba
Menekuni pekerjaan seperti itu tampaknya tidak mudah. Buktinya makian atau umpatan pasien sering dialamatkan kepada Zulkifli Lubis, seorang pria yang setia mengabdi di salah satu tempat rehabilitasi di Pekayon, Bekasi Barat. Namun demikian , Pak Zul demikian biasa disapa tidak merasa kapok melakoni pekerjaan itu.
Zul sendiri tak henti-hentinya mengingatkan pasien yang kedapatan tidak disiplin. Misalnya sebut saja Rudi salah seorang residen yang suka lupa untuk membersihkan dan membereskan kamarnya. Kedatangan Zul dinilai Rudi sangat menakutkan dan pasti dirinya disuruh untuk membereskan kamar tidur yang masih berantakan. Bahkan sorot mata Zul menyiratkan kekhawatiran bagi Rudi.
"Bapak ini suka nakut-nakutin. Saya sudah tahu bapak ke sini, pasti nyuruh beresin kamar lagi. Tapi sebentar lagi ya, pak Zul," ujar pria berusia 32 tahun sambil tertawa kecil.
Rudi sendiri, seharusnya setiap hari wajib merapikan dan membersihkan kamarnya tanpa disuruh seperti rekan-rekan lainnya yang juga menjadi penghuni di rehabilitasi itu. Namun apa daya, efek narkoba yang menyerang kejiwaan Rudi, membuat laki-laki berkulit bersih itu jadi sering lupa.
"Dahulu, ketika pertama kali Rudi dirawat di sini, Ia sering mengamuk, bahkan kalau disuruh membersihkan kamarnya sering melawan. Bahkan tidak jarang ia kerap melempar barang-barang yang ada di kamarnya, tapi sekarang ini sudah banyak perubahan, hanya penyakit lupanya yang masih sering terjadi," ujar Zulkifli.
Mendengar protes Rudi, Zulkifli yang setiap hari bertugas memeriksa setiap kamar pecandu hanya tersenyum. Kalau sudah begini, pria ramah ini hanya meminta Rudi untuk tetap membersihkan kamarnya, meski harus menunggunya.
"Nanti setelah membersihkan tempat tidur, terus mandi dan kita makan bersama, dengan teman-teman yang lain," kata pria berusia 46 tahun ini.
Pria yang hanya lulus Sekolah Menengah Tingkat Pertama (SMP) ini terus membujuk Rudi, agar memiliki kedisiplinan dan inisiatif selama menjalani perawatan rehabilitasi. Hal itu sangat penting, sebagai gambaran untuk memastikan apakah proses pemulihan yang sedang dijalani Rudi benar-benar telah menunjukan hasil signifikan atau belum, Rudi masih harus menjalani pengobatan lanjutan selama beberapa bulan kedepan.
Bagi Zulkifli, keluhan tentang mahalnya biaya rehabilitasi menjadi penyebab banyak pecandu yang direhab ditempat ini sering mangkir. Bukan cuma keluhan, terkadang kakek lima cucu ini harus berlapang dada mendapat omelan pasien yang keberatan atas kunjungannya.
"Kadang kala, kalau saya berkunjung ke rumahnya, pasien lebih galak!," kata Zulkifli.
Ketika dirinya menanyakan langsung ke pasien, kenapa tidak mau datang ke tempat rehab lagi? Pasien tersebut mengatakan, "Emangnya bapak yang merasakan? Saya yang ngerasain," ujar seorang pasien seperti dituturkan Zul.
Bagi Zulkifli, omelan pasien merupkan risiko pekerjaannya sebagai petugas pengawas pasien narkoba. Terpenting, ia dapat memastikan mulai dari pengobatan hingga pemulihan yang dijalani penderita hingga tuntas, sesuai perjanjian yang akan ditandatangani pasien ketika akan menjalani pengobatan. Jika pengobatan pecandu tidak tuntas, karena tidak ada biaya dan kabur yang kasihan adalah keluarganya, namun yang lebih menderita lagi si pecandu itu sendiri. Sebab, bisa dimungkinkan ia akan kembali lagi pada komunitasnya. Bahkan yang paling mengkhawatirkan adalah, kalau si pecandu yang tengah dirawat ternyata positif HIV/AIDS, dan memakai narkoba jarum suntik yang tidak steril. Hal itu tentu bisa menular pada pecandu yang bergantian jarum suntik dengan pasien yang positif HIV tersebut.
Zulkifli Lubis menjadi pengawas pecandu narkoba sejak awal 1999. Awalnya, pada tahun 1990 dia bekerja sebagai pesuruh dan penjaga sepeda di rehabilitasi narkoba dan kejiwaan dijalan Raya Pekayon Bekasi Barat. Upahnya waktu itu Rp 200 ribu per bulan. Kini gajinya Rp 900 ribu per bulan. Karena keuletan dan kepatuhannya, Zulkifli dipercaya mengurusi arsip catatan pasien. Setelah mendapatkan pelatihan dari rehabilitasi itu, kemudian Zulkifli naik pangkat menjadi petugas pengunjung pasien.
Awal bertugas sebagai pengunjung pasien, pria bertubuh kecil ini mengaku takut. "Takut ketularan, apalagi kalau ada pasien yang menderita HIV positif. Tapi lama-lama, biasa dan tidak ada rasa takut. Apalagi ia diberitahu oleh seorang dokter, kalau penyakit HIV/AIDS hanya bisa tertular lewat pengguna jarum suntik secara bergantian yang tidak steril, hubungan intim dan transfusi darah" katanya.
Bagi Zulkifli, yang penting menjaga kebersihan dan hidup sehat. Namun, sepandai-pandai tupai melompat, akhirnya jatuh juga. Baru dua tahun bekerja ditempat rehabilitasi itu, Zulkifli diserang batuk hebat berkepanjangan. Menurut dokter, Zulkifli mengidap TBC. "Kaget juga. Lha saya ini ngurusin orang sakit, kok bisa sakit. Gimana kata orang, yang ngunjungi pasien saja sakit?" katanya sambil terkekeh.
Bahkan bakteri TBC di paru-paru Zulkifli sempat menulari putri sulungnya. Istri dan anak-anaknya pun protes dan memintanya berhenti kerja di tempat rehabilitasi. Tapi ia bergeming. Zulkifli meyakinkan keluarganya, ia tak perlu keluar dari rahabilitasi tersebut.
"Namanya penyakit! Siapa mau sakit? Anggaplah sebagai cobaan," ujarnya.
Syukurlah, karena berobat secara teratur, Zulkifli sembuh total. Demikian juga putrinya yang kini telah memberinya tiga cucu yang lucu.
Menurutnya jumlah orang Indonesia yang menjadi pecandu narkoba ini tak kunjung turun.
"Makin kesini pasien semakin banyak," kata Zulkifli.
Dulu ia biasa melayani sekitar 10 hingga 20 pasien. Sekarang jumlah pasien meningkat menjadi sekitar 50 pasien sehari. Tak jarang pada Sabtu dan Minggu Zulkifli mengunjungi pasien yang rumahnya jauh.
"Ada yang di Bogor, Cimanggis, Tanggerang dan sebagainya. Kita datangi mereka. Kadang kala pasiennya gak ada, cuma ketemu keluarganya," ujar nya.
Bahkan Zulkifli selalu mengingatkan keluarga pasien agar rajin memberi dukungan pada anaknya yang tengah dirawat, sebab kalau tidak sampai tuntas, pengobatan yang tengah dilakukan sia-sia.
Walau bekerja di luar waktu kerja, Zulkifli tidak mendapat upah tambahan. Ia hanya mendapat penggantian uang transportasi saat berkunjung ke rumah pasien.
"Nanti kita bisa bikin laporan, sebelumnya pakai uang sendiri dulu," katanya. Zulkifli pun dapat mengklaim uang transportasi setiap bulan.
Zulkifli adalah satu-satunya petugas pengunjung pasien di rehabilitasi itu. Ia menanggung beban moril jika tak bisa bertemu pasien. Dengan uang pas-pasan serta menahan lapar dan haus Zulkifli harus tetap mengunjungi pasien. Alamat pasien yang tidak jelas juga menjadi masalah. Tak jarang Zulkifli kehilangan jejak pasien.
"Ada juga yang numpang alamat orang lain. Pas pindah, atau pulang kampung, gak lapor ke rehabilitasi. Rasanya kesel juga, sudah jauh-jauh nggak ada. Padahal, pertama kali berobat, mereka sudah dikasih pengarahan harus berobat sampai tuntas. Malah pasien sendiri yang bilang mau sehat. Tapi, begitu sudah agak mendingan, nggak dateng lagi," gerutunya.
Namun keluh kesal Zulkifli berubah menjadi gembira tiada tara ketika pasiennya dapat pulih dari ketergantungan dan efek narkoba. Rasa lelah dan kesal menguap.
"Ibaratnya, saya itu berhasil. Sekalipun saya nggak bisa ngobatin, tapi omongan saya didengar mereka," katanya.
Hubungan dengan pasien yang begitu lama membuat Zulkifli merasa bagai saudara sendiri. "Kita merasa kasihan. Ada orang yang berobat ke sana ke sini, nggak sembuh. Begitu berobat ke sini bisa sembuh. Orang itu kadang-kadang jadi saudara. Istilahnya ya kita cari persaudaraan, menolong sesama," katanya.
Oleh: Tabloid Sadar [17 Februari 2009, : WIB]
Hidup Itu Indah
Bagiku hidup itu adalah sebuah perjuangan spiritual. Apa tujuan hidupku? Mati! Tapi bagaimana aku setelah mati? Dulu aku percaya setelah kematian, hidup kita sudah berakhir. Tidak ada lagi hidup. Tapi kini aku berubah, aku yakin dan percaya, bahwa Tuhan benar-benar menciptakan surge dan neraka. Tapi hidup kitalah yang memilikinya. Perjalanan yang bagaimana? Hanya kita yang bias menciptakan.
Namaku Rafa (bukan nama yang sebenarnya). Perjalanan hidupku sangatlah buruk karena salah memilh. Aku dulu, adalah aku yang sombong. Kekuatanku adalah uang dan kesuksesan, jika anda dalam posisiku, pasti akan meraksakan betapa nikmatnya hidup dan betapa mudahnya mencari uang dan kesuksesan.
Aku juga seorang yang suka membaca dan buku apa saja dengan lahap kubaca. Mulai dari buku-buku komunisme Marxisme, Leninisme, Nietzhe, sampai Teori Quantum. Inilah yang menciptakan serta membentuk aku yang dulu. Aku menganggap semuanya serba dapat dinalar logika, dan begitulah aku. Aku adalah orang yang selalu berlogika untuk memecahkan masalah tentang Tuhan. Tuhan ada? Tapi aku tidak berdoa dan tidak juga pergi ke gereja, namun tetap bisa makan dan hidup senang. Untuk apa aku perlu Tuhan? Kita itu Tuhan dari diri kita masing-masing. Saking sombongnya aku engga tertarik dengan orang yang miskin. Orang miskin berarti malas!
Aku bias bilang begitu, karena aku memang tidak membutuhkan bantuan dari siapapun. Saat karirku naik dan ikut tour kemana-mana, tidak ada seorangpun yang menjelek-jelekan aku. Semua memuji aku, dan diusia yang masih 20-an tahun itu aku menjadi besar kepala. Penghasilan yang luar biasa menjadikan aku gila. “I am Lizard King”. Dengan kemampuan bermain gitarku sebagai seorang seniman musik, aku bisa mendapatkan apa saja. Namun semuanya berbalik, ketika ayahku sakit dan meninggal. Disitulah awal kejatuhanku. Aku baru menyadari, ketidakhadiran ayah ternyata sangat berpengaruh buat diriku dan aku mengakui keluarga sangatlah penting.
Terus-terang saja, aku dulu menggunakan narkoba bukan karena pengaruh, tapi dari life style (gaya hidup). Rasanya tanpa narkoba aku tak bisa hidup. Aku memang seorang pemusik sejati, bahkan kubaktikan diriku dan dedikasiku hanya untuk music rock and roll, termasuk seperti gaya hidupnya dengan mentato tubuh. Namun karena gaya hidup rock and roll yang tidak terkontrol, semuanya habis dalam waktu sekejap, rumah, mobil, management-ku, studioku, semua habis terjual. Aku drop sampai waktu itu mencoba bunuh diri dengan satu gram sabu-sabu murni di kedua lenganku.
Kemudian aku menelpon ibuku, “Saya mau menyusul bapak, saya minta maaf sudah mengecewakan bapak”. Secara medis aku sudah mati. Kalaupun selamat dokter bilang aku akan terserang stroke. Tapi kenyataan yang kualami tidak! Aku masih hidup dengan selang infuse di tubuhku. Tuhan belum mau aku mati. Saat itu aku menangis. Aku merasa kecil sampai-sampai tidak kenal siapa aku dulu.
Ketika itu ak mengakui ‘saya punya masalah’ dan mengalahkan kesombonganku selama ini. Mestinya saat aku bunuh diri, aku lalu dibenci! Tetapi kenyataanya apa yang ku pikirkan itu salah. Semua keluarga berbalik mengasihiku. Aku sadar “keluarga harus bersama” bahkan dalam saat jelek sekalipun. Inilah yang benar-benar mengejutkan aku, ternyata keluargaku masih mencintai meski aku sudah meninggalkan mereka sendirian mengurus ayahku. Sementara ketika mataku terbuka kudapati ibu setia menungguku.
Di depannya kubersimpuh, bersyukur dan memohon ampun. Kepada Tuhan aku berdoa, “Tuhan gue kan jarang minta tolong ama lu, sekali ini saja gue minta tolong!” Minta tolong apa? Aku sendiri juga nggak tahu, pokoknya saat itu ungkapan yang keluar dari relung hatiku hanyalah minta tolong! Saat ini aku sudah berubah, aku telah sadar, dan untuk itu niatku tidak lain hanyalah ingin membantu sesamaku entah lewat jalan apapun yang baik yang akan kulakukan. Karena aku hanya bisa berkarya dibidang musik, aku lantas mengamen menghibur orang lain. Aku ingin sekali seperti bapak yang telah menghadap Bapa di Surga yang bisa ngomong sama Tuhan, “Kalau karena saya harus masuk neraka karena Yesus, ya.., saya rela.”
Hidup saat ini bagiku terasa sangat luar biasa! Aku yakin apa yang kulakukan untuk sesame itu kulakukan untuk Yesus juga. Di biara, orang bisa berdoa setiap hari, tetapi apakah mereka melakukan sesuatu untuk orang lain? Hidup ini harusnya begitu, ini bukan bentuk rasa terimakasih karena aku nggak jadi mati, tetapi karena aku merasa itu tugas dan kewajibanku. Aku punya perjanjian dengan Tuhan, “kalau saya sukses, saya akan lakukan a, b, c, d, …!
Lebaran kemarin aku bilang sama ibu. “Saya mau ngaku dosa,” dan semua keluargaku kaget. Usai itu kepercayaanku semakin teguh. Sejak belasan tahun lalu aku melupakan Tuhan dan meninggalkan-Nya, kini aku mau mengaku dosa dengan apa yang dulu tidak pernah kuakui ada. Aku ingin kembali kejalan dimana Tuhan menghendaki harus kuakui dalam penziarahan hidupku ini. Sekarang aku sungguh percaya Tuhan itu baik, Tuhan itu maha pengasih dan penyanyang, dan Tuhan itu maha pengampun. Ia-lah eternal Alfa dan Omega dari hidup yang kumiliki ini. Hanya kepada-Nya dan untuk-Nya ku mau berbakti melalui mereka yang akan saya tolong kelak setelah akhir dari perjuangan pemulihan diriku yang kujalani.
Oleh: Tabloid Sadar
Kongres Pemuda/Pelajar Anti Narkoba 2008
Taman Mini - Jakarta
Pemuda, pelajar dan mahasiswa memang hebat, apalagi kalau sudah berkumpul menjadi satu atau membicarakan sesuatu. Ini terbukti dalam acara Kongres Pemuda / Pelajar Anti Narkoba yang diselanggarakan oleh Badan Narkotika Nasional Cq Pusat Pencegahan dari tanggal 9 - 11 Desember 2008 yang lalu di Taman Mini, Cibubur Jakarta.
Kegiatan ini diselenggarakan dalam rangka menumbuhkan kepedulian komunitas pemuda, pelajar dan mahasiswa dari 29 Provinsi yang telah dipilih melalui seleksi oleh masing-masing BNP, BNK/Kota (masing-masing provinsi 3 orang) terhadap bahaya akibat penyalahgunaan narkoba di lingkungan mereka, tidak hanya itu, kegiatan ini juga sekaligus dirancang sebagai suatu proses pembelajaran diantara peserta melalui diskusi, presentasi, dan motivasi diri dan kepemimpinan.
Banyak hal yang disampaikan dalam kongres ini mulai dari yang bersifat pembekalan tentang Narkoba oleh Kepala Pusat Pencegahan Lakhar BNN, Brigjen Pol. Drs. Anang Iskandar, SH, MH, Peran Pemuda dalam Mengantisipasi Perubahan oleh salah seorang Pejabat Menpora, dan Cerdas Tanpa Narkoba oleh Diknas.
Seluruh peserta sangat antusias mengikuti jalannya kongres terutama saat mereka berdiskusi tentang permasalahan narkoba yang menimpa generasi muda sekaligus berbagai inovasi yang diusulkan tentang bagaimana melaksanakan upaya pencegahannya.
Tekad dan komitmen seluruh peserta yang digaungkan ke seluruh komunitas pemuda, pelajar dan mahasiswa di seluruh tanah air adalah : Mewujudkan Kepemimpinan Masa Depan Anti Narkoba.
Rumusan hasil kongres nasional pemuda Indonesia Anti Narkoba 2008
1. Berkomitmen untuk tetap menjaga hidup sehat dan tetap jauh dari penyalahgunaan narkoba.
2. Mendesak pemerintah untuk merubah paradigma dan UU yang mengatur tentang kedudukan pemakai sebagai tersangka menjadi korban yang harus mendapat pengobatan.
3. Meminta agar pemerintah menyediakan tempat-tempat terapi/rehabilitasi di daerah-daerah.
4. Mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk meningkatkan atau menyediakan anggaran untuk program P4GN.
5. Meminta kepada BNN agar mengusulkan test urine bagi seluruh pejabat/calon pejabat pemerintah pusat maupun daerah.
6. Meminta kepada Presiden untuk menindak apabila terdapat bukti keterlibatan pejabat dalam kasus narkoba.
7. Agar BNN memberikan penghargaan kepada ormas pemuda, pelajar dan mahasiswa yang berhasil melaksanakan sosialisasi bahaya narkoba.
8. Mengusulkan untuk membangun pusat informasi bahaya narkoba disetiap daerah yang mudah diakses.
9. Membentuk wadah bersama bagi alumnus peserta kongres sebagai follow up serta ajang peningkatan kualitas SDM Satgas Luhpen di daerah.
Mengenali Ciri-Ciri Pecandu Narkoba
Awas, bahaya narkoba mengancam siapa saja. Data dari penilitian dan pengungkapan kasus, mulai dari anak-anak, remaja sampai dewasa banyak yang jadi pengguna narkoba.
Pakar pengobatan narkoba yang menggunakan metode melalui pembenahan syaraf-syaraf otak, Mardan Sadzali mengaku, setiap hari didatangi para pecandu narkoba mulai dari kalangan anak-anak, remaja dan juga orang dewasa.
“Para pengguna narkoba, sangat rawan mengalami kerusakan syaraf otaknya. Bahkan bukan cuma itu. Jantung, paru-paru sampai lambung pun, lambat laun bisa bekerja tidak normal. Nah, jika sudah mengalami hal itu, niscaya akan cepat menghadapi kematian,” terang dia.
Lalu bagaimana mengetahui bahwa anggota keluarga jadi pecandu obat terlarang itu? Mardan Sadzali memberikan ciri-ciri yang mudah diketahui pada pecandu narkoba.
• Pecandu daun ganja : Cenderung lusuh, mata merah, kelopak mata mengattup terus, doyan makan karena perut merasa lapar terus dan suka tertawa jika terlibat pembicaraan lucu.
• Pecandu putauw : Sering menyendiri di tempat gelap sambil dengar musik, malas mandi karena kondisi badan selalu kedinginan, badan kurus, layu serta selalu apatis terhadap lawan jenis.
• Pecandu inex atau ekstasi : Suka keluar rumah, selalu riang jika mendengar musik house, wajah terlihat lelah, bibir suka pecah-pecah dan badan suka keringatan, sering minder setelah pengaruh inex hilang.
• Pecandu sabu-sabu : gampang gelisah dan serba salah melakukan apa saja, jarang mau menatap mata jika diajak bicara, mata sering jelalatan, karakternya dominan curiga, apalagi pada orang yang baru dikenal, badan berkeringat meski berada di dalam ruangan ber-AC, suka marah dan sensitive.
Dari pengalamannya sejak tahun 1995 banyak menolong korban narkoba, Mardan Sadzali, mengaku hanya butuh waktu seminggu agar mereka lepas dari jeratan obat terlarang itu. Metode yang dilakukan pun, tambah dia, tanpa obat dan ramuan. Semuanya dilakukan lewat proses detoksisasi, pembenahan syaraf otak dan mengembalikan fungsi jantung, paru-paru serta hati.
“Sebaiknya, korban diobati sedini mungkin, jangan menunggu sampai parah,” ucap pemilik klinik pengobatan narkoba di Jalan Bintara Jalan Raya, Gang Masjid No. 51, Terminal Sumber Arta, Kalimalang, Bekasi.
Oleh: Pos Kota
Antisipasi penyalanggunaan narkoba pahami perkembangan anak remaja
Masa perkembangan dari masa anak menuju ke dewasa, merupakan masa yang penuh gejolak dan kesulitan, baik bagi si remaja maupun orangtuanya. Seringkali karena ketidaktahuan orangtua mengenai perkembangan anaknya, sehingga timbul bentrokan dan kesalahpahaman diantara mereka dan lingkungannya.
Keadaan seperti itu akan mengganggu perkembangan remaja secara wajar, yang bisa berakibat terjadinya berbagai macam gangguan tingkah laku seperti penyalahgunaan narkoba, atau kenakalan remaja serta gangguan mental lainnya. Orangtua seringkali dibuat bingung atau tidak berdaya dalam menghadapi perkembangan anak remajanya, dan ini akan menambah parah gangguan yang diderita para remaja.
Untuk menghindari hal tersebut, Dr. Murcuanto Diwanto, salah seorang psikiater, menjelaskan, kita harus memahami perkembangan anak remaja beserta ciri-ciri khasnya. Dengan begitu kita bisa memahami perubahan-perubahan yang terjadi pada diri anak saat mamasuki masa remaja.
Selain itu, dengan memahami dan membina remaja agar menjadi individu yang sehat dalam segi kejiwaan dapat mencegah kenakalan remaja dan terhindar dari tindakan penyalahgunaan narkoba.
Perubahan anak ke masa remaja membawa perubahan pada diri seorang. Kalau pada masa anak ia berperanan sebagai seorang individu yang selalu bergantung dan dilingungi, maka pada masa remaja ia diharapkan mampu berdiri sendiri dan berkeinginan mandiri.
Namun sebenarnya ia masih membutuhkan perlindungan dan tempat bergantung dari orangtua. Pertentangan antara keinginan untuk bersikap sebagai individu yang mampu berdiri sendiri dengan keinginan tetap bergantung dan dilindungi, akan menimbulkan konflik pada diri remaja. Akibatnya, timbul kegelisahan dan kecemasan yang akan mewarnai sikap dan tingkah lakunya. Ia menjadi mudah tersinggung, marah, kecewa dan putus asa.
Keterbatasan kemampuan pada diri remaja, menyebabkan ia tidak selalu mampu untuk memenuhi berbagai macam dorongan kebutuhan dirinya.
Ketidakmampuan remaja dalam menyalurkan segala keinginannya, menyebabkan timbulnya dorongan yang kuat untuk berkelompok. Dalam kelompok, segala kekuatannya seolah-olah dihimpun sehingga menjadi suatu kekuatan yang besar. Remaja akan merasa lebih aman dan terlindungi apabila berada di tengah-tengah kelompoknya. Oleh karena itu ia berusaha keras untuk dapat diakui oleh kelompoknya dengan cara menyamakan dirinya dengan segala sesuatu yang ada dalam kelompoknya. Rasa setia kawan terjalin dengan erat dan kadang-kadang menjurus ke arah tindak yang membabi buta.
Tujuan akhir dari suatu perkembangan remaja adalah terbentuknya identitas diri. Dengan terbentuknya identitas diri, seorang individu sudah dapat memberi jawaban terhadap pertanyaan: siapakah, apakah saya mampu dan dimanakah tempat saya berperan.
Ia telah dapat memahami dirinya sendiri, kemampuan dan kelemahannya serta peranannya dalam lingkungannya. Sebelum identitas diri terbentuk, pada umumnya akan terjadi suatu krisis identitas. Setiap remaja harus mampu melewati krisisnya dan menemukan jatidirinya.
Berbagai Motivasi Dalam Penyalahgunaan Narkoba
Motivasi dalam penyalahgunaan narkoba ternyata menyangkut motivasi yang berhubungan dengan keadaan individu yaitu aspek fisik, emosional, mental-intelektual dan interpersonal.
Di samping adanya motivasi individu yang menimbulkan suatu tindakan penyalahgunaan narkoba, masih ada faktor lain, yaitu faktor sosiokultural seperti tekanan perasaan yang mendalam, akibat perpecahan dalam keluarga misalnya perceraian, keluarga yang berpindah-pindah, orang tua yang tidak ada/jarang di rumah dan sebagainya. Pengaruh media massa, perubahan teknologi yang cepat, lunturnya nilai-nilai dan sistem agama serta mencairnya standar moral. Terlalu banyak nganggur, dan ketidakseimbangan keadaan ekonomi.
Dengan adanya faktor-faktor sosial kultural tersebut, akan mempengaruhi kehidupan remaja untuk mamakai narkoba. Karena remaja merupakan individu yang sangat peka terhadap berbagai pengaruh, baik dari dalam diri, keluarga dan lingkungannya.
Upaya Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba
Karakteristik psikologis pada remaja merupakan faktor yang memudahkan terjadinya tindakan penyalahgunaan narkoba. Ditambah dengan faktor lingkungan. Faktor lingkungan mempengaruhi dan memotivasi remaja untuk menyalahgunakan narkoba.
Di dalam upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja, Pusat Pencegahan Badan Narkotika Nasional, (Pus Cegah BNN) telah melakukan berbagai upaya, salah satunya dengan membangun jaringan masyarakat anti narkoba.
Pencegahan sulit dilakukan jika bangsa ini belum dewasa untuk menolak narkoba. Saat ini faktor ekonomi tidak bisa lagi dijadikan kambing hitam. Sejumlah pengguna mengatakan, faktor ekonomilah yang memengaruhi mereka untuk memakai barang haram itu. Setiap negara punya masalah, jadi ekonomi bukan alasan. Itu hanya bagian dari ketidakdewasaan.
Selama ini, personel BNN tidak menentukan target dalam melakukan pemberantasan narkoba. Oleh karena itu, Pus Cegah tidak pernah melihat peningkatan angka penyalahgunaan narkoba, tapi terus berusaha membantu bangsa Indonesia menemukan semangat kedewasaan. Target BNN hanya satu, yaitu Indonesia bebas narkoba pada 2015. (as)
Oleh : (as) Pus Cegah